Ketika dengan rasionya manusia mengelola alam dan merekayasanya untuk kebaikan kehidupan umat manusia, di mana letak penentangannya kepada Tuhan? Bukankah apa yang dilakukan seorang ilmuwan itu pada dasarnya adalah kepatuhannya kepada Tuhan yang memerintahkannya untuk mengelola alam semesta demi kebaikan umat manusia?
Persoalannya seringkali bukan masalah rasio vs wahyu atau sains vs agama atau ilmuwan vs Tuhan. Yang seringkali terjadi adalah konservatisme agama vs kesombongan ilmiah. Agama dipahami secara konservatif sehingga setiap kemajuan dianggap sebagai menantang Tuhan. Sedang ilmuwan tidak jarang menggunakan diksi-diksi yang terlalu sombong seakan setetes ilmunya hendak memorakporandakan kekuasaan Tuhan.
Saya selalu gemas (tidak jarang jengkel) ketika agama dihadirkan untuk mengolok rasio dan sains. Seakan, agama hadir untuk membentuk manusia-manusia taat tapi bebal dan bodoh. Agama perlu hadir dalam perkembangan sains. Tapi kehadirannya untuk memandu agar sains memberi kebaikan dalam kehidupan manusia, bukan untuk menghalangi dan menghentikannya atas nama Tuhan dan agama.
Ketika operasi itu pada akhirnya sukses, dr. Blalock memuji kinerja asistennya dengan kalimat _"Like something the Lord made"_ (Seperti sesuatu [jantung] yang telah Tuhan ciptakan). Ijinkan saya menghibur diri sendiri dengan menafsiri kalimat ini sebagai rekonsiliasi rasio dan wahyu, sains dan agama. Sains berhasil melakukan operasi jantung, tapi bagaimanapun juga, Tuhanlah yang menciptakan jantung manusia, yang dengannya manusia bisa hidup.
Hanya melalui rekonsiliasi agama dan sainslah, kita bisa membangun kehidupan yang berdenyut dan berkembang dengan sehat dan baik.
Penulis :
Prof. Dr. Ahmad Zainul Hamdi
Guru Besar UINSA Surabaya
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama
Editor : Arif Ardliyanto