Saksi ahli lainnya, Prof. Dr. M. Hadi Subhan, Guru Besar Hukum Kepailitan Universitas Airlangga (Unair) menjelaskan terkait tanggung jawab pemegang saham dan pengurus, ada beberapa hal yang bisa dimintai pertanggungjawaban, tetapi harus ada bukti kesalahan.
“Dalam prakteknya ini sangat sulit sekali. Jika asetnya kurang, bisa diajukan melalui mekanisme gugatan hal lain-lain di pengadilan niaga supaya semua kreditur memperoleh keadilan, bukan hanya diterima salah satu kreditur saja. Kalau memang organ perseroan harus bertanggung jawab secara pribadi,” kata Prof. Hadi.
Sementara Kuasa Hukum Bank OCBC NISP, Hasbi Setiawan mengatakan pada prinsipnya tunggakan utang harus dibayar. Ketika aset PT HSI tidak mencukupi, maka Bank OCBC NISP dapat menuntut pertanggungjawaban kepada organ perseroan dan pemegang saham. Menurut Hasbi hal ini akan dibuktikan dengan adanya kesalahan yang dilakukan oleh PT HIS dan organ pengurus perusahaan.
Ia mengungkapkan, Bank OCBC NISP sudah memiliki bukti-bukti kuat mengenai perbuatan melawan hukum yang dilakukan para pemegang saham dan pengurus PT HSI. Oleh karena itu, kuasa hukum OCBC NISP ini berharap majelis hakim akan pempertimbangkan bukti-bukti yang telah diajukan.
“Yang jelas bagi kami, kalau punya utang ya harus bayar, apalagi PT HSI dimiliki salah satu konglomerat di Tanah Air, masa iya berkelit tidak bayar utang Rp 232 miliar,” kata Hasbi.
Pihak-pihak yang digugat oleh Bank OCBC NISP yakni: Susilo Wonowidjojo (tergugat 1), PT. Hari Mahardika Usaha (PT.HMU) (tergugat 2), PT Surya Multi Flora (tergugat 3), Hadi Kristanto Niti Santoso (tergugat 4), Dra Linda Nitisantoso (tergugat 5), Lianawati Setyo (tergugat 6), Norman Sartono M.A (tergugat 7), Heroik Jakub (tergugat 8), Tjandra Hartono (tergugat 9), Daniel Widjaja (tergugat 10) dan Sundoro Niti Santoso (tergugat 11) serta PT. Hair Star Indonesia (PT. HSI) (turut tergugat 1), Ida Mustika S.H (turut tergugat 2).
Editor : Ali Masduki