SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim) Sahat Tua Simanjuntak dituntut 12 tahun penjara. Ia dianggap terbukti terlibat kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) di Provinsi Jatim senilai Rp5 miliar.
Terdakwa juga wajib membayar uang pengganti sebesar Rp39,5 miliar selambat-lambatnya 1 bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap.
Jika tidak bisa membayar uang pengganti, maka harta miliknya disita oleh negara dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Jika tidak sanggup membayar, diganti dengan pidana penjara selama 6 tahun.
Selain itu, hak politik dari politikus Partai Golkar itu dicabut selama 5 tahun setelah menjalani pidana. Dalam perkara ini, Sahat dijerat dengan pasal 12 a juncto pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Arif Suharmanto sebelum menjatuhkan tuntutan mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan.
Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Terdakwa juga belum mengembalikan uang yang dikorupsi.
"Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa tidak pernah dihukum sebelumnya dan mempunyai tanggungan keluarga yang harus dinafkahi," ucap
JPU Arif Suharmanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Surabaya, Jumat (8/9/2023).
Usai pembacaan tuntutan itu, baik terdakwa maupun kuasa hukum terdakwa tidak berkomentar dan memilih langsung meninggalkan wartawan yang mengerubunginya.
Dalam dakwaan yang dibacakan JPU menyebutkan, kasus ini bermula dari Abdul Hamid yang merupakan kepala desa Jelgung, Kecamatan Robatal Sampang Madura pada tahun 2015 sampai 2021, dan terdakwa Ilham Wahyudi yang merupakan adik ipar Abdul Hamid sebagai koordinator lapangan dana hibah Pokok pikiran (Pokir).
Saat itu, muncul kesepakatan antara terdakwa Sahat selaku Pimpinan DPRD Jatim bersama dengan Abdul Hamid selaku kepala desa.
Terdakwa menerima uang suap sebanyak Rp5 miliar atas peranannya memperlancar pengusulan pemberian dana hibah ke desa-desa.
Sesudah pembayaran komitmen fee ijon, Sahat meminta bagian 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah. Sedangkan Abdul Hamid mengambil 10 persen sebagai uang hasil hibah tersebut.
Editor : Ali Masduki