Pasukan Kawal Presiden Cakrabirawa pun terdesak. Bahkan, mereka sempat meletuskan tembakan peringatan ke udara. Tidak hanya mahasiswa, Soeharto juga menerjunkan sejumlah pasukan gelap sejumlah tiga kompi RPKAD dari Kostrad pimpinan Kemal Idris. Seragam para tentara saat itu loreng, bersenjata lengkap, dan tanpa pengenal.
Mereka menyebar bersama mahasiswa mengepung Istana Negara. Presiden Soekarno yang ada di Istana terancam jiwanya. Saat sidang kabinet tengah berjalan, Soekarno yang telah mengetahui situasi di luar Istana Negara sudah tidak terkendali langsung terbang ke Istana Bogor.
Sidang lalu diserahkan ke Waperdam II Leimena. Dalam situasi yang sangat penting itu, Soeharto tidak ada. Dia alasan sakit flu di rumah. Tetapi menurut laporan Kepala Badan Pusat Intelijen (BPI) Dr H Soebandrio, sorenya Soeharto terlihat memimpin rapat.
Soebandrio merupakan salah seorang saksi mata yang saat peristiwa Supersemar terjadi berada di Istana Bogor bersama Soekarno. Dia bahkan ikut mengkoreksi isi dari Supersemar hingga sedemikian rupa.
Dalam buku Soebandrio yang berjudul Yang Saya Alami, Peristiwa G30S, Sebelum, Saat Meletus, dan Sesudahnya, dinyatakan isi Supersemar yang dijadikan pegangan Soeharto untuk membangun Orde Baru.
"Saya masuk ruang pertemuan. Bung Karno sedang membaca surat. Basuki Rachmat, Amir Machmud, dan M Yusuf duduk di depannya. Lantas saya disodorkan surat yang dibaca Bung Karno," katanya, hal 79.
Ditambahkan dia, dalam ruang pertemuan itu juga ada Chaerul Saleh. Dia duduk di samping Soebandrio. Dalam ingatan Soebandrio, inti dari naskah Supersemar adalah kuasa untuk pemulihan keamanan.
Sedikitnya ada empat poin isi Supersemar menurut Soebandrio. Kesatu mengamankan Jakarta dan sekitarnya. Kedua penerima mandat wajib melaporkan kepada Presiden semua tindakan yang akan dilaksanakan.
Editor : Ali Masduki