Empat Tersangka Korupsi Program BSPS Sumenep Ditahan, Kerugian Negara Capai Rp26,3 Miliar
SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim) menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Sumenep Tahun Anggaran 2024 senilai Rp109,8 miliar.
Empat tersangka itu adalah, RP, Koordinator Kabupaten BSPS Sumenep 2024, AAS, Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL), WM, Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) dan HW, pihak lain yang turut berperan dalam pelaksanaan program.
Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor Print-140 hingga 143/M.5/Fd.2/10/2025 tertanggal 14 Oktober 2025.
Selain itu, para tersangka ditahan selama 20 hari terhitung mulai 14 Oktober hingga 2 November 2025 di Cabang Rutan Kelas I Surabaya pada Kejati Jawa Timur, berdasarkan Surat Penahanan Nomor Print-2029 hingga 2032/M.5/Fd.2/10/2025.
Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan bukti kuat terkait penyimpangan dalam pelaksanaan program tersebut. Dalam kasus ini, tim penyidik telah memeriksa 219 saksi, melakukan penggeledahan dan penyitaan di sejumlah lokasi, serta menerima hasil risalah penghitungan keuangan negara dari auditor yang berwenang.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Wagiyo menjelaskan, pihaknya telah menyita dokumen terkait program BSPS dan aset-aset yang diduga hasil tindak pidana. Menurutnya, dana BSPS tahun 2024 seharusnya menyasar 5.490 penerima bantuan di 24 kecamatan dan 143 desa di Kabupaten Sumenep.
"Setiap penerima seharusnya menerima Rp20 juta, dengan rincian Rp17,5 juta untuk bahan bangunan dan Rp2,5 juta untuk ongkos tukang," katanya, Selasa (14/10/2025).
Berdasarkan audit independen, kerugian negara akibat pemotongan dana BSPS ini mencapai Rp26,3 miliar. Modus operandi yang dilakukan adalah melalui pemotongan di toko bahan bangunan. Para tersangka memotong dana yang seharusnya diterima oleh masyarakat penerima bantuan melalui toko bahan bangunan.
“Akibatnya, masyarakat tidak menerima bantuan sesuai dengan yang seharusnya," jelas mantan Kepala Kejari Tanjung Perak Surabaya itu.
Wagiyo menambahkan, dalam rangkaian proses penyelidikan dan penyidikan, ditemukan pemotongan yang dilakukan bervariasi, antara Rp3,5 juta hingga Rp4 juta untuk biaya komitmen dan Rp1 juta hingga Rp1,4 juta untuk biaya laporan pertanggungjawaban. "Dana tersebut diambil dari alokasi bahan bangunan yang seharusnya diterima oleh penerima bantuan," ucapnya.
Editor : Arif Ardliyanto