Pihaknya yang sudah mengamankan lokasi kemudian menggeledah tempat penampungan tersebut, dan menginterogasi sejumlah korban. Hasilnya, 17 PMI itu sudah 10 hari di rumah yang dijadikan tempat penampungan itu.
Beberapa diantaranya tidak memiliki dokumen persyaratan yang lengkap sebagai pekerja migran. Pemberangkatan secara ilegal itu sangat beresiko bagi para korban, sebab tidak ada jaminan perlindungan hukum yang kuat untuknya.
"Dari situ kami melakukan pemeriksaan secara maraton dan kami telah mendapatkan tiga orang tersangka," kata Boy.
Berdasarkan hasil penyelidikan, ketiga tersangka memiliki peran masing-masing untuk menjalankan bisnis human trafficking tersebut. Diketahui, tersangka pasutri asal Lumajang itu bertugas menyediakan akomodasi dan transportasi para PMI dari wilayah Lombok, NTB.
Sedangkan tersangka Sri alias Ines berperan mencari calon pekerja migran. Selain itu, juga bertugas untuk memberangkatkan para korban ke negara tujuan. Ketiga tersangka sudah bekerjasama sejak Mei 2022. Mereka mendapat keuntungan Rp2-5 juta per orang yang berangkat.
"Pada Mei 2022, ketiga tersangka ini melakukan pengiriman sebanyak tiga kali dan terhitung sudah 25 orang. Mereka dijanjikan pekerjaan di Saudi Arabia, dengan nilai gaji yang sudah disepakati oleh mereka," sebut Boy.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait