SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Perubahan harga BBM Non Subsidi menyesuaikan harga minyak dunia, mendapat tanggapan beragam dari masyarakat.
Rata-rata mereka tidak terpengaruh dengan perubahan harga dikarenakan konsumen yang mengisi BBM Non Subsidi mengedepankan manfaat langsung yang terasa di mesin kendaraan mereka.
Seperti dikemukakan Wahyu Aditya, karyawan swasta, pengemudi Innova yang setia menggunakan bahan bakar Pertamax bahan bakar RON 92 milik Pertamina.
"Ya kita disini memang ada pilihan seperti Shell dan Exxon, namun saya berterimakasih masih ada Pertamina, setiap harga minyak dunia naik dia tidak langsung naik seperti kompetitornya, jadi masih agak menolong lah," ungkapnya.
Lain halnya dengan Widya Kusuma. Karyawan Perbankan yang menggunakan bahan bakar Pertamax.
Menurutnya, konsumen yang memilih Non Subsidi memang mengetahui kualitasnya. Sehingga tidak terlalu berpengaruh dengan naik turunnya harga BBM Non Subsidi tersebut.
"Namanya juga BBM Non Subsidi, kecuali Subsidi ya mungkin banyak yang harus dipikirkan jika berubah. Tapi saya loyal karena enak rasanya di mesin kendaraan saya, malah kalau pakai yang dibawahnya mesin lebih sering masuk bengkel," ujar Widya.
Sementara menurut Pengamat Ekonomi Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (Unair), Dr Wisnu Wibowo SE MSi, harga BBM memang terus mengikuti harga minyak dunia. Karena Indonesia saat ini adalah negara pengimport minyak.
"Dan tentunya harus mengikuti harga dunia, apalagi fluaktuasi terjadi. Karena banyak faktor mulai dari ketersedian pasokan dari negara penghasil minyak mentah hingga kondisi geopolitik pun mempengaruhi," tuturnya.
Ia melanjutlan, di Indonesia ada 2 jenis BBM yang dijual, BBM Subsidi dan Non Subsidi seperti Pertamax Series dan Dex Pertamina. Dan fluktuasi harga dilakukan untuk penyesuain dan Pertamina selaku Operator memang harus segera menyesuaikan harga agar saat terjadi kenaikan harga minyak dunia, harga lama tak membebani operatornya.
"Konsumen non subsidi harus bisa beradaptasi dengan penyesuaian ini. Tetapi memang perlu sosialisasi yang terus menerus agar saat harga meroket tajam, penyesuain bisa dilakukan segera agar subsidi tidak jebol," papar Wisnu.
Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, mengakui jika harga minyak mentah dunia turun, daftar harga BBM Non Subsidi tak seketika turun. Perlu evaluasi harga yang faktor perubahan harga itu tak hanya harga minyak mentah.
“Tak bisa dipungkiri di Asia Tenggara paling lama di Indonesia. Kalau di Malaysia dan Thailand sekitar 10 hari. Ada juga yang penentuan harga baru BBM setiap satu minggu dievaluasi, salah satunya Singapura. Kalau waktunya pendek ketika harga minyak turun jadi masyarakat konsumen lebih ingat satu minggu lalu habis turun (harga minyak) sehingga kalau turun (harga minyak) diturunkan harga BBM, jadi logis. Begitu juga kalau naik,” beber Khomaidi.
Menurut dia, sisi regulasi sebenarnya sudah diatur bagaimana secara berkala badan usaha, termasuk Pertamina, berhak melakukan evaluasi harga BBM nonsubsidi. Hanya ada batas atas maupun batas bawah sebagai pedoman bagi para badan usaha.
Sedangkan Josua Pardede, Chief Economist Bank Permata, mengeluarkan pendapat jika kebijakan penyesuaian BBM non-PSO (Pertamax Series seperti Pertamax, Pertamax Turbo, serta Dexlite dan Pertamina Dex) secara fkultuasi mengikuti penurunan harga minyak dunia tepat. Untuk itu Pertamina tidak perlu menunggu instruksi dari Pemerintah dalam menyesuaikan harga BBM non-PSO.
“Badan Usaha memiliki kewenangan dalam menentukan harga BBM non PSO karena BBM tersebut sama sekali tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah,” akunya.
Sementara Ketua DPC Hiswana Migas Surabaya, Ismed Jauhar mengaku jika pihaknya selalu siap dengan berbagai perubahan yang akan diterapkan oleh Pertamina.
Termasuk fluaktuasi harga yang sudah diterapkan sejak lama. Hanya saja memang perlu sosialisasi terus menerus kepada pelanggan.
"Kami sudah melakukan koreksi harga sesuai yang ditetapkan Pertamina sebagai mitra kami," tandasnya.
Editor : Ali Masduki