Dalam waris islam pembagian harta waris memiliki aturan tersendiri dimana terdapat perbedaan porsi pembagian harta antara laki-laki dan Perempuan, dan setiap ahli waris menerima porsi bagian yang berbeda sesuai dengan hak mereka berdasarkan fikih islam.
Dari penjelasan tersebut diatas, baik dari sisi Hukum perdata maupun Hukum islam dapat ditarik kesimpulan bahwa pada prinsipnya semua ahli waris berhak atas warisan untuk bagian yang sama besar, tanpa membedakan jenis kelamin maupun kewarganegaraan dari ahli waris kecuali orang orang yang dinyatakan tidak patut atau pastas menjadi ahli waris. Jadi meskipun ahli waris adalah seorang Warga Negara Asing (WNA) yang disebabkan perkawinan campuran maupun pindah kewarganegaraan, ahli waris tersebut tetap berhak untuk menerima warisan dari pewaris yang berkewarganegaraan Indonesia (WNI).
Namun demikian, perlu diperhatikan jika harta warisnya berupa tanah dengan status hak milik. Jika harta peninggalanya berupa hak milik, maka untuk ahli waris yang berstatus warga negara asing tidak dapat menjadi pemilik atas objek waris yang berupa tanah hak milik sebab, berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Undang Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), Hanya warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
Peraturan bahwa hanya Warga Negara Indonesia yang boleh memiliki hak milik bersifat imperative, menutup akses bagi warga negara asing untuk memilikinya. Tetapi larangan krepemilikan larangan tersebut tidak menghilangkan hak warga negara asing untuk mendapatkan hak warisnya. Jalan keluar bagi warga negara asing yang memperoleh waris berupa tanah hak milik diatur dalam Pasal 21 ayat (3) UUPA yang menyatakan:
“Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.”
Editor : Arif Ardliyanto