Ngeri! Produksi Beras Oplosan di Sidoarjo Capai 14 Ton per Hari, Polisi Terus Lakukan Pengusutan
Menurut Nanang, kasus ini menjadi bukti seriusnya pelanggaran dalam rantai distribusi pangan. Ia menekankan bahwa penegakan hukum ini selaras dengan instruksi Presiden RI Prabowo Subianto, yang menargetkan pemberantasan kecurangan pangan demi menjaga kestabilan dan kepercayaan publik.
“Manipulasi mutu pangan merugikan konsumen, mencoreng kepercayaan terhadap produk lokal, dan berpotensi merusak ekosistem pangan nasional,” tegas Kapolda.
Dari lokasi penggerebekan, polisi menyita sekitar 12,5 ton beras dalam berbagai kemasan, mulai dari ukuran 5 kg hingga 25 kg, serta sejumlah peralatan produksi dan dokumen pendukung. Selain itu, polisi juga telah memeriksa enam saksi, termasuk dua ahli dari BSN dan Disperindag Jatim, untuk memperkuat bukti hukum.
Kepala Disperindag Jatim, Iwan S., membenarkan hasil laboratorium bahwa beras merek SPG yang beredar sebenarnya masuk kategori medium. “Artinya, label premium yang tertera adalah menyesatkan konsumen,” ujarnya.
Iwan menegaskan komitmen pihaknya untuk bekerja sama dengan kepolisian dalam pengawasan mutu pangan dan perlindungan konsumen.
Pemilik pabrik berinisial MLH kini resmi ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan sejumlah undang-undang: UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, ancaman 5 tahun penjara atau denda Rp2 miliar, UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, ancaman 3 tahun penjara atau denda hingga Rp6 miliar, dan UU No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, dengan ancaman 5 tahun penjara atau denda maksimal Rp35 miliar.
Polisi mengimbau seluruh pelaku usaha di sektor pangan untuk menjaga integritas mutu produk, memastikan semua proses produksi mengikuti standar nasional dan telah memiliki sertifikasi halal dan SNI yang sah.
“Polri akan terus konsisten menjaga transparansi dan keadilan dalam sektor pangan sebagai bagian dari visi besar Indonesia Emas 2045,” tutup Kapolda Nanang.
Editor : Arif Ardliyanto