Perlawanan Rakyat Pati, Peringatan Serius Pemakzulan Kepala Daerah Lain di Indonesia
Apakah Kenaikan Pajak Bisa Jadi Alasan Pemakzulan?
Kenaikan PBB-P2 di Pati berpotensi masuk kategori pelanggaran kewajiban kepala daerah. Pasal 67 huruf (b) UU Pemda mewajibkan kepala daerah menaati seluruh peraturan perundang-undangan, sedangkan huruf (e) mengamanatkan penerapan prinsip good governance.
Jika terbukti Perbup 17/2025 melanggar asas legalitas dalam UU Nomor 12 Tahun 2011, maka kebijakan tersebut bisa menjadi dasar hukum pemakzulan. Saat ini, DPRD Kabupaten Pati sudah membentuk Panitia Khusus (Pansus) dan menggunakan hak angket untuk menyelidiki proses pembentukan kebijakan tersebut.
Efek Domino ke Daerah Lain
Kasus Pati bisa menjadi barometer nasional. Di Jombang, lonjakan PBB bahkan mencapai 400%. Sementara di Cirebon, kebijakan kenaikan pajak hingga 1.000% memicu gejolak serupa.
Polanya nyaris sama: kepala daerah menggunakan kewenangan fiskal tanpa partisipasi publik memadai, mengabaikan prinsip proporsionalitas, dan menimbulkan jurang antara legalitas dan legitimasi.
Jika tren ini terus berulang, bukan tidak mungkin gelombang pemakzulan akan menjalar ke berbagai daerah lain di Indonesia.
Peristiwa di Pati menjadi pengingat bahwa demokrasi bukan sekadar slogan. Rakyat memiliki hak konstitusional untuk mengoreksi bahkan mencabut mandat yang telah diberikan jika penguasa dianggap mengkhianati amanatnya.
Ungkapan "Vox Populi, Vox Dei" — suara rakyat adalah suara Tuhan — kembali relevan. Ketika jarak antara penguasa dan rakyat melebar, protes bisa berubah menjadi langkah hukum yang mengguncang kursi kekuasaan.
Penulis:
Dr. Hufron, S.H., M.H.
Dosen Hukum Tata Negara Universitas 17 Agustus 1945 SurabayaS
ekretaris Pengurus Wilayah Asosiasi Pengajar HTN-HAN Jawa Timur
Editor : Arif Ardliyanto