Kemampuan untuk mengatasi konflik tersebut di atas, erat kaitannya dengan kemampuan relationship di mana kemampuan bekerja dalam tim, kolaborasi, dan menjaga hubungan baik sangat diperlukan sebagai salah satu usaha di dalam manajemen konflik.
Selanjutnya adalah service orientation yang memastikan pemimpin mengutamakan untuk melayani apa saja yang bisa ia lakukan agar semua tim bisa bekerja dengan baik dan customer atau klien mendapatkan kepuasan.
Yang tidak kalah penting dimiliki dalam sistem bekerja Hybrid Work adalah social awareness skill dan stress tolerance.
“Menjadi team leader di era Hybrid Work juga berarti kita harus bisa aware terhadap situasi setiap anggota tim. Kita harus paham dan bisa berempati atas situasi setiap orang yang berbeda-beda,” katanya.
Jika social awareness adalah paham situasi orang lain, sedangkan stress tolerance adalah kemampuan diri sendiri untuk peka terhadap situasi diri sendiri.
Stress tolerance dalam sistem Hybrid Work haruslah tinggi. Harus mulai aware ketika stres mulai muncul dan harus bisa menemukan caranya masing-masing untuk mengelola stress yang dialami.
“Misalnya harus memberikan jeda terlebih dahulu saat sudah merasa lelah bekerja. Bekerja di rumah bukan berarti harus bekerja 24 jam namun harus proaktif di dalam mencari solusi dari stres yang dialami sehingga kita bisa memberikan performa yang baik dan kembali berkolaborasi dengan tim yang lain,” tutupnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait