Impor Masih Didominasi Tiongkok
Untuk impor nonmigas, Tiongkok memegang porsi terbesar dengan nilai USD 541 juta atau 29,05 persen. Amerika Serikat menyusul dengan kontribusi 5,63 persen (USD 104,85 juta), diikuti Jerman 5,50 persen (USD 102,51 juta).
Ketua Kadin Jatim, Adik Dwi Putranto, menegaskan bahwa kenaikan tarif impor oleh AS melalui kebijakan “The Fair and Reciprocal Plan” berpotensi memukul sektor industri dan ekspor Jatim secara signifikan.
“Dampaknya bisa langsung maupun tidak langsung. Secara langsung akan menurunkan ekspor, terutama komoditas unggulan seperti perhiasan, produk logam, tekstil, alas kaki, elektronik, dan produk kayu,” jelasnya.
Adik juga mengingatkan efek domino dari kebijakan ini, mulai dari terganggunya rantai pasok industri, penurunan permintaan dari UMKM hingga ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor padat karya.
"Jika ekspor menurun, maka pesanan bahan baku dari supplier lokal juga turun. Ini berdampak langsung ke cash flow perusahaan, menunda investasi, dan bisa memicu PHK," ujarnya.
Melihat dampak yang bisa meluas, para pelaku industri dan pemerintah daerah diimbau segera merumuskan strategi alternatif, termasuk diversifikasi pasar ekspor, peningkatan daya saing produk, dan penguatan industri lokal.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait