Secara faktual Susilo merupakan faktor utama pencairan kredit Bank OCBC NISP dan 6 bank nasional lainnya untuk memberikan pinjaman kepada PT. HSI senilai lebih dari Rp 1,1 triliun.
Dalam perjanjian kredit yang diteken pihak bank dan PT HSI juga tegas dinyatakan bahwa setiap perubahan kepemilikan saham di PT. HSI harus mendapat persetujuan bank.
“Bank OCBC NISP baru mendapat informasi adanya penjualan saham PT. HMU di PT. HSI setelah ada gugatan PKPU dari kreditur yang punya piutang sekitar Rp 4 miliar. Sampai akhirnya PT. HSI pailit di akhir tahun 2021 banyak informasi yang tidak jelas terhadap perusahaan ini. Dari prosesnya yang cepat sampai ke putusan pailit, kami menduga memang upaya untuk melepaskan diri dari kewajiban kredit ke sejumlah bank ini sudah didesain secara matang,” ungkap Hasbi.
Dalam jawabannya para tergugat juga menyampaikan bahwa kerugian materiil yang didalilkan oleh Bank OCBC NISP merupakan kerugian yang tidak pasti atau tidak nyata atau dalil yang premature sehingga wajib ditolak.
Bahkan Tergugat 4 (Hadi Kristanto) yang kemudian menjadi pemegang 50% saham PT. HSI dalam jawabannya mengatakan perjanjian pinjaman Bank OCBC NISP kepada PT. HSI dilakukan tidak hati-hati dan tidak profesional.
Alasan berbeda disampaikan oleh Tergugat 3, PT. Surya Multi Flora, pemegang 50% saham PT. HSI. Dalam jawabannya menuliskan kerugian materiil dan immaterial yang diterima oleh Penggugat tidak berlandaskan fakta, sehingga Tergugat 3 yang hanya pemegang saham Turut Tergugat 1 (PT. HSI) juga ikut memikul kerugian dengan adanya putusan pailit yang menimpa PT. HSI. Penggugat tidak dapat meminta uang paksa kepada Tergugat 3 ataupun para tergugat.
“Kami menghormati langkah-langkah hukum yang dilakukan oleh para tergugat. Kami akan buktikan bahwa Bank OCBC NISP memiliki dasar dan bukti hukum yang kuat untuk meminta tanggungjawab kepada para pemilik dan pengurus PT. HSI yang nyata-nyata sudah menerima pinjaman Rp 232 miliar serta didukung perjanjian kredit yang sah,” tegasnya.
Editor : Ali Masduki